Graphic credit to Ignatia Dyahapsari

Ucapan Terima Kasih

Studi resiliensi masyarakat ini merupakan kristalisasi dari pengalaman masing-masing anggota tim peneliti di dunia konservasi, penghidupan masyarakat, ekosistem dan keanekaragaman hayati. Kami memulai studi ini di awal 2022, sebagai bentuk refleksi dan kegelisahan atas hilangnya konteks masyarakat (dan keeratannya dengan alam) dari narasi besar konservasi ekosistem. Saat pola perhutanan sosial bertumbuh kembang di Indonesia dan pemerintah menargetkan hingga jutaan hektar lahan Perhutanan Sosial, berbagai permasalahan turut merekah di dalam implementasinya di level akar rumput. Di Papua, misalnya, pengakuan atas wilayah hutan adat masih jauh dari rampung. Di Sumatra, tempat di mana skema perhutanan sosial bisa berkembang baik, pembangunan ekonomi menekan dari segala sisi dan menggoyang efektivitas skema-skema perlindungan hutan seperti ini. Kami mengambil pendekatan resiliensi, yang sebelumnya telah banyak digunakan untuk menelaah sistem sosial yang lebih kompleks seperti pertanian dan pangan, dan menggubahnya menjadi sebuah narasi.  

Studi lapangan dilakukan oleh tim peneliti lapangan dan fotografer selama kurang lebih satu bulan di tiga desa di Papua (Aruswar, Sawesuma, dan Soaib) dan tiga desa di Jambi (Durian Rambun, Tamiai, dan Sungai Keradak). Kami mengucapkan terima kasih kepada fasilitator lapangan, para pemimpin desa dan adat, serta seluruh lapisan masyarakat di enam desa tersebut. Dukungan mereka di dalam proses pengumpulan data, dan kehangatannya kepada kami menjadi sebuah pengalaman yang tidak terlupakan. Keterlibatan beberapa anggota masyarakat secara aktif di dalam pembuatan photovoice turut membesarkan hati kami, dan menguatkan hipotesis kami bahwa ada hal-hal di luar kerangka program semata yang menjadi pendorong terbangunnya resiliensi masyarakat.  

Proses diskusi untuk merumuskan permasalahan studi, menggali literatur, menganalisis data-data sekunder, dan menelaah temuan-temuan lapangan dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk LSM (FFI dan WWF-Indonesia) dan kelompok masyarakat. Di dalam salah satu rangkaian workshop, kami, bekerjasama dengan Yayasan KEHATI, mengundang representasi dari Direktorat Jenderal KSDAE dan Direktorat Jenderal PSKL di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta Dr. Wiratno (anggota Advisory Board SITH ITB), Dr. Mulyaningrum dari SITH ITB, dan perwakilan LSM lingkungan hidup (WALHI, FFI, WRI, Konservasi Indonesia, ICRAF/CIFOR, Pusat Analisis Sosial AKATIGA, Romo Marsel dari Keuskupan Rote, dan LPPP Solo) untuk berdiskusi bersama. Lagi-lagi, kami menyepakati bahwa masyarakat perlu menjadi pusat dari konservasi, dan karenanya, kita perlu meninjau kembali cara-cara lama dalam menilai keberhasilan program konservasi. Atas segala dukungan dan diskusi yang konstruktif, kami mengucapkan banyak terima kasih.

Kami juga berterima kasih kepada semua institusi yang terlibat dan mendukung berjalannya riset hingga saat ini, termasuk ACES, SITH ITB, Departemen Antropologi UI, FMIPA dan Museum Antropologi Universitas Cenderawasih, pengelola Galleri Soemardja FSRD ITB, dan ITB Press.   

Untuk informasi, masukan, dan potensi kolaborasi, hubungi kami:

Dr. Angga Dwiartama

Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH), Institut Teknologi Bandung

Labtek XI Lantai 1 Jl. Ganesha 10 Bandung 40132

Email: dwiartama [at] itb [dot] ac [dot] id

https://sith.itb.ac.id/